Pada prinsipnya apabila kedua orang istrinya itu sama-sama rela dan ikhlas untuk ditempatkan di dalam satu rumah yang sama, asalkan berbeda kamarnya, tidak ada larangan dalam hukum Islam.
Dasarnya adalah praktek yang langsung dilakukan oleh Rasulullah SAW kepada para istrinya. Aisyah radhiyallahu anha punya kamar yang berbeda dengan kamar-kamar istri beliau SAW yang lain. Namun sebagian sejarawan mengatakan mereka bukan tinggal di dalam rumah yang sama. Hanya saja rumah-rumah mereka memang sangat kecil, sehingga sering disebut dengan kamar (juhrah). Namun gedungnya tetap terpisah dan berlainan.
Kalau pun ternyata ditempatkan di dalam satu rumah dan satu atap, tetap harus di kamar-kamar yang berbeda. Kenapa tetap harus beda kamar?
Karena kamar itu representasi dari menjaga aurat. Mengingat meski kedua istri itu sudah dianggap satu keluarga, namun tetap ada aurat yang harus dijaga di antara keduanya. Benar bahwa tidak ada batas aurat antara suami istri, tetapi dengan sesama istri, walau pun sama-sama bersuamikan orang yang sama, tetap harus ada batas aurat.
Bila seorang suami sedang berhubungan dengan salah satu istrinya, maka istri yang lainnya tetap haram untuk melihat atau hadir di dalamnya. Apalagi ikutan berhubungan juga, maka hukumnya lebih haram lagi.
Karena itulah bila seorang suami sedang bercumbu dengan salah satu istrinya, maka kedua harus istitar (bersembunyi di balik hijab) dari istri yang lainnya.
Tapi yang lebih sering terjadi justru para wanita yang sama-sama dimadu oleh seorang suami, tidak akan pernah rela bila ditempatkan di dalam satu rumah yang sama. Dan bila hal itu terjadi pada diri seorang wanita, tidak bisa dinafikan. Sebab itulah yang juga terjadi pada para istri Nabi SAW.
- Sumber refrensi Online