Berikut Media Blogspot share, beberapa trik yang disampaikan para senior.
Gambar Istimewa |
Mudah-mudah menjadikan sebuah pelajaran bagi bersama, terutama bagi yang membutuhkan informasi mengenai hal ini.
- Pertama
Perlakukan wartawan yang datang sebagai tamu –disambut ramah, dipersilakan masuk/duduk. Tanyakan nama, nama medianya, dan jika perlu minta ditunjukkan identitasnya (Press Card). Jika meragukan, minta contoh medianya dan telepon kantor redaksinya untuk konfirmasi.Tanyakan maksud kedatangannya.
Jika mau wawancara, layani dengan baik. Jika sekadar silaturahmi, ngobrol-ngobrol, layani saja layaknya tamu. Jika Anda sibuk, sampaikan saja baik-baik. Jika ia memeras, mengancam, atau sejenisnya, perlakukan dia sebagai “preman berkedok wartawan”. Dengan nada bercanda saja. katakan, “Serahkan ke petugas keamanan atau laporkan ke polisi!”Jika ia “memelas”, minta “sesuatu” selain informasi, berarti dia “pengemis berkedok wartawan”, ia termasuk kaum dhuafa. Maka, dengan nada bercanda katakan, atau arahkan dia ke dinas sosial, lembaga amil zakat atau lembaga pemberdayaan fakir-miskin!”
Jika ia mengancam menjelek-jelekkan citra sekolah atau lembaga Anda, biarkan saja, dia salah, mencemarkan nama baik, bisa dilaporkan ke Dewan Pers bahkan langsung ke polisi dengan dakwaan “pencemaran nama baik”.
Lagi pula, jika tidak ada apa- apa yang perlu ditakuti/ kesalaham, kenapa pula harus risih, menghindar atau melakukan hal lain yang mungkin kurang tepat.
Toh, Biasanya dia dari koran abal-abal, biarin aja, gak ada yang baca kok! Apanya yang dibaca, nulis aja enggak.
Lebih penting lagi, jangan lakukan pelanggaran atau penyalahgunaan dana dan wewenang! Kalau “bersih”, mengapa harus takut?
Atau baca juga pengalaman dwiki berikut :
Trik dan kiat menghadapinya antara lain:
Menguasai situasi dan kondisi. Terutama penguasaan diri sendiri menghadapi situasi kritis. Dalam contoh di atas, yang dihadapi tidak satu orang, namun serombongan wartawan.
Usahakan posisi kita menghadapi mereka dalam ruang publik, dimana banyak orang lalu lalang dan kita terlihat orang lain.
Tetap bersikap sopan. Wartawan ngaku-aku juga manusia, yang perlu kita hargai dan jaga martabatnya.
Jika kita bersikap sopan, mereka juga akan segan dan tidak akan bersikap macam-macam dan tidak hanyut dalam perangkap.
Publikasi kegiatan tentang lembaga, badan atau organisasi kita memang penting untuk diketahui publik. Namun, bila menghadapi ‘ancaman’ boikot atau tidak mempublikasikan acara tetaplah berpegang pada kebijakan yang telah digariskan pada awalnya.
- KEDUA
Bersikap tegas. Katakan saja tidak (just say no) untuk setiap pertanyaan, permohonan yang ujung-ujungnya ‘amplop’. Kalau kita bersikap tegas untuk urusan yang satu ini, mereka juga tidak ngotot kok.
Menghindar dari wartawan tanpa yang beginian tidak akan menyelesaikan persoalan. Kita tetap akan dikejar kemanapun berusaha untuk menghindar. Hadapi saja mereka dengan kiat - kiat di atas. Toh akhirnya mereka juga akan mundur secara teratur.
Watawan tanpa seperti yang dimaksud itu dapat ditangkap dengan menggunakan pasal 228 KUHP, karena mereka bekerja tanpa kapasitas.
Pasal 228 Kitab Undang Undang Hukum Pidana (KUHP) selengkapnya berbunyi “Barang siapa dengan sengaja memakai tanda kepangkatan atau melakukan perbuatan yang termasuk jabatan yang tidak dijabatnya atau yang ia sementara dihentikan daripadanya, diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah”.
Semoga bermanfaat
(*sumber: berbagai refrensi )